Budaya Barat (kadang-kadang disamakan dengan peradaban Barat atau
peradaban Eropa), mengacu pada budaya yang berasal Eropa.
·
Pengaruh budaya Klasik dan Renaisans Yunani-Romawi dalam hal seni,
filsafat, sastra, dan tema hukum
dan tradisi, dampak sosial budaya dari periode migrasi dan warisan budaya Keltik, Jermanik,
Romanik,
Slavik,
dan kelompok etnis lainnya, serta dalam hal tradisi rasionalisme dalam berbagai bidang
kehidupan yang dikembangkan oleh filosofi
Helenistik, skolastisisme, humanisme, revolusi ilmiah dan pencerahan, dan termasuk pula pemikiran
politik, argumen rasional umum yang mendukung kebebasan
berpikir, hak asasi manusia,
kesetaraan
dan nilai-nilai demokrasi yang
menentang irasionalitas
dan teokrasi.
·
Pengaruh budaya Eropa Barat dalam hal seni, musik, cerita
rakyat, etika dan tradisi lisan, dengan tema-tema yang dikembangkan lebih
lanjut selama masa Romantisisme.
Konsep budaya Barat umumnya terkait
dengan definisi klasik dari Dunia Barat. Dalam definisi ini, kebudayaan
Barat adalah himpunan sastra, sains,
politik, serta prinsip-prinsip artistik
dan filosofi yang membedakannya dari peradaban lain. Sebagian besar rangkaian
tradisi dan pengetahuan tersebut umumnya telah dikumpulkan dalam kanon
Barat. Istilah ini juga telah dihubungkan dengan negara-negara yang
sejarahnya amat dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa,
misalnya seperti negara-negara di benua Amerika dan Australasia, dan tidak terbatas hanya oleh
imigran dari Eropa Barat. Eropa Tengah
juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli dari kebudayaan Barat.
KEBUDAYAAN ISLAM DAN RUBAHANNYA
A. Islam Suatu Sistem Budaya Agama
merupakan sistem budaya dan oleh karena itu bersifat simbolik,sebagai model
untuk realitas, agama pun tidak dapat di penetrasikan secara eksperimental
tetapi hanya secara interpretatif. Dalam agama, konsepsi manusia mengenai
realitas tidak didasarkan pada pengetahuan tetapi pada keyakinan terhadap suatu
otorita, yang berbeda antara agama yang satu dengan agama yang lain. Dalam
agama monotheistik, otoritas ini adalah Tuhan dengan semua wahyu yang
diturunnkan oleh- Nya. Sedangkan dalam agama “primitif “ otoritas adalah roh
(spirit) dan kekuatan gaib (magic).Jadi, konsep- konsep untuk realita mengalami
suatu perubahan yang paralel. Menurut konsepsi islam ortodoks, wahyu al- qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu merupakan kebenaran akhir, yang valid
untuk segala waktu, semua agama dan seluruh kemanusiaan. Dalam intepretasi ini,
agama islam tidak dapat diubah dan tidak dapat disesuaikan dengan realitas
apapun, karena agama islam merupakan agama terakhir yang di turunkan kepada
Nabi terakhir (“Khatam an- nabiyin” QS: 33: 40). Isi agama yang sering, yang
selalu disampaikan dengan pola-pola budaya, menurut Geertz, memiliki aspek
ganda: Isi agama itu memberikan arti pada berbagai realitas sosial dan
psikologis bagi para pengaut- penganutnya, yang demikian mendapatkan “suatu
bentuk konseptual yang obyektif “, isi agama itu terbentuk oleh realitas dan
pada saat yang sama membentuk realitas itu sesuai dengan isi agama itu. Dalam
bidang ilmu kebudayaan yang lebih independen dan juga dalam sosiologi dan
antropologi budaya atau study kesusastraan, pembaca dihaadapkan dengan berbagai
macam study dalam kategori ini. Evaluasi mengenai kesustraan ini sebenarnya
menjadi tugas tersendiri. Dalam kontek antropologi interpretatifnya, upaya
geertz untuk memeahami agama sebagai suatu sistem yang terdiri atas berbagai
simbol yang memberikan arti. Menurut Geertz agama adalah suatu sistem simbol
yang bertindak untuk menetapkan dorongan hati dan motivasi yang kuat, menembus,
dan bertahan lama pada manusia dengan cara memformulasikan berbagai konsep
tentang suatu tatanan umum dari yang hidup dan mewarnai konsep- konsep ini
dengan aura fakyualitas sehingga (dorongan hati dan motivasi itu tampak sangat
realistik). Dari inteprestasi Geertz terdapat pada asumsi bahwa agama sebagai
suatu sistem budaya yang mengandung konsep- konsep tentang suatu tatanan umum
keberadaan yang penting bagi orang- orang yang beriman dalam suatu komunitas
agama tertentu.
B. APAKAH ISLAM? ISLAM DULU DAN KINI
Seorang muslim ortodoks akan menjawab pertanyaan apakah islam itu dengan cara
mengatakan bahwa islam terdiri atas firman- firman yang termuat dalam al-
qur’an dan hadits Nabi Muhammad serta 5 sendi: 1. Shahada ( pengakuan akan
keesaan Tuhan dan Kenabian Muhammad). 2. Sembahyang atau sholat ( lima kali
dalam satu hari satu malam) 3. Puasa atau siyam ( dalam bulan ramadhan ) 4.
Membayar zakat ( pemberian untuk orang miskin ) 5. Hajji (Ziarah ke mekkah )
Namun demikian agama juga merupakan sebuah realitas sosial, yang terdiri atas
suatu sistem yang simbolik yang beragam secara kultural dan yang berubah
menurut sejarah. Sebenarnya al-qur’an mengakui adanya manusia yang berbeda-beda
sebagaimana yang ditunjukkan dalam al- qur’an (49 : 13); “ Dan kami telah
menciptakan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling kenal-
mengenal. Seperti agama monolitik lain, islam bersifat universalis. Dalam kurun
perkembangannya islam telah dianut oleh banyak non- arab dan non- bahasa arab
di afrrika dan asia. Selama penggal sejarah timbulnya islam, peradapan dunia
meliputi dua kerajaan yaitu: Sasanid Persia dan Bizantin Roma. Ada juga gerakan
islam pada masa sejarah yaitu” Gerakan Wahabi “ Menurut orang Orientalis R.
Hartmann menegaskan bahwa gerakan wahabi ini adalah suatu gerakan keagamaan
tidak lebih dari suatu reaksi alam terhadap adaptasi islam dengan kondisi
budaya yang kompleks, yang jelas telah menyebabkan melemahnya ide-ide inti dari
pendiri agama dan yang menunjukkan proses “ Westernisasi” suatu reaksi, yang
didasarkan pada empat mazdhab dalam sunni yaitu mazdhab Ahmad b. Hanbal yang
harus dipahami dalam kaitannya dengan masyarakat yang ada di arab, yang sulit
untuk dirubah dengan cara apapun sejak pada zaman Nabi. Disamping konsep
tentang islam yang bersifat kuno (archaik ) dan modernis sejak pergantian abad
itu juga terdapat gerakan yang mengarah pada sekulaisme islam.
C. PENEGAKAN AGAMA ISLAM DAN SASARAN
PENGEMBANGANNYA Situasi historis saat islam datang ditandai oleh tidak adanya
kesatuan. Karena pada saat itu kerajaan besar islam yaitu Byzantin dan Sasanid
di Persia dalam kondisi perang. Setelah Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah
sebagai akibat dari penganiayaan politik pada tahun 622, maka beliau mendirikan
struktur politik islam yang pertama, yang prinsip- prinsip dasarnya diletakkan
pada “aturan kota mekkah “(municipal code of madinah) Sejarawan internasional
keenam dalam bidang islam pada masa awal, yaitu W. Montgomery Watt, menegaskan
bahwa aturan baru itu “pada hakikatnya menunjukkan suatu perjanjian aliansi sesuai
dengan prinsip- prinsip arab tradisional...selain itu, masuk kedalam aliansi
itu menjadi persyaratan utama untuk mengadopsi islam....Muslim non arab menjadi
orang yang dibela oleh suku-suku arab, Kelompk-kelompok non muslim menjadi “
minoritas yang dilindunngi”....Ditegaskan dalam dua pasal bahwa dalam peristiwa
terjadinya pertentangan yang dapat mengakibatkan perpecahan dalam komuitas,
maka masyarakat harus kembali kepada “ Allah dan Muhammad” Di dalam islam ada
beberapa firqoh-firqoh yang satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam
yang sulit untuk diperdamaikan. Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang
tidak bisa diubah lagi, dan sudah termaktub dalam kitab-kitab agama, terutama
dalam kitab usuluddin. Dalam kitab Bugyatul Murstarsyidin, karangan Mufti
Syaikh Sayid Abdurrohman Bin Muhammad bin Husain bin Umar, yang dimasyhurkan
dengan gelar Ba’ Alawi, pada pagina 398, cetakan Mathba’ah Amin Abdul Majid
Cairo (138), bahwa 72 firqoh yang sesat berpokok pada 7 firqoh, yaitu : 1.
Kaum Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali Karamllahu Wajhahu,
kaum syi’ah kemudian berpecah menjadi 22 aliran. 2. Kaum Khawari yaitu kaum
yang berlebih-lebihan membenci Syaidina ‘Ali, kaum khawari kemudian berpecah
menjadi 20 aliran. 3. Kaum Mu’tazilah yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan
tidak mempunyai sifat, bahawa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan
tidak dapat dilihat dengan mata dalam syurga, bahwa orang yang mengerjakan dosa
besar diletakkan di dua tempat, dan Mi’roj Nabi hanya dengan ruh saja, dll.Kaum
mu’tazilah berpecah dalam 20 aliran. 4. Kaum Murji’ah yaitu kaum yang
menfatwakan bahwa membuat ma’siat tidak memberi madharat kalau sudah beriman,
sebagai keadaannya membuat keajaiban tidak memberi manfaat kalau kafir. 5. Kaum
Najariyah, yaitu kaum yang menfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk,
yakni dijadikan Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidaka ada.
Kaum Najariyah pecah menjadi 3 aliran. 6. Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang
menfatwakan bahwa, manusia “majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kaum ini
hanya 1 aliran’ 7. Kaum Musyabbihah, yaitu kau yang menfatwakan bahwa ada
keserupaan Tuhan dengan manusia. Kaum ini hanya 1 aliran saja.
D. SUMBER-SUMBER KEAGAMAAN DOKTRIN
ISLAM TENTANG PEMBANGUNAN Tidak hanya para ahli yang menyadari bahwa al-qur’an
diakui oleh semua muslim sebagai sumber islam yang utama, tapi tidak hanya pada
al-qur’an saja karena kita sebagai orang muslim sumber ajaran yang dipakai
adalah al-qur’an dan sunnah. Dengan bersandar pada al-qur’an dan sunnah, islam
menginterpretasikan dirinya tidak hanya sebagai suatu agama monoteistik, tetapi
juga sebagai suatu aturan legeslatif yang dipahami dalam konteks teosentris.
Syari’ah hukum islam merupakan bagian dari inti keyakinan ini. Menurut doktrin islam
pembangunan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang muncul dari sumber
keagamaan ini. Maka interpretasi hubungan antara islam dengan pembangunan tidak
ada yang dapat menghindari analisis tentang arti penting al-qur’an dan sunnah,
serta syari’at. Arti penting Al-qur’an bagi kaum muslim sebagai sumber dari
persepsi mereka tentang pembangunan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang hanya dapat dipahami dan posisinya yang sesungguhnya hanya dapat
diketahui dengan cara memahami ajaran islam, yang menurut ajaran islam
Al-qur’an merukakan firman Allah SWT baik dalam bentuk maupun isinya.
E. PERKEMBANGAN ISLAM MASA KINI
Dalam perkembangan islam pada masa kini ajaran islam berkembang dengan dilatar
belakangi dengan beberapa faktor diantaranya adalah : ♦ Berkembangnya
lembaga- lembaga islam Di dalam lembaga- lembaga islam juga terdapat lembaga-
lembaga non formal diantaranya : a. Kuttab sebagai lembaga pendidikan
dasar (tempat belajar menulis) b. Pendidikan rendah di istana c. Toko-toko
kitab d. Rumah-rumah para ulam’ (ahli ilmu pengetahuan) e. Majlis atau salon
kesusastraan f. Badi’ah ( padang pasir, dusun tempat tinggal badwi) g. Rumah
sakit h. Perpustakaan i. Masjid Dalam perkembangan islam telah melahirkan
pendidikan- pendidikan islam di dunia. Dalam pendidikan islam terdapat aliran-
aliran pemikiran dalam islam yang terbagi menjadi dua aliran, Aliran Rasional
dan Aliran Tradisional : a. Aliran Rasional adalah aliran yang
memepercayai sunnatullah (natural law), funsi akal yang tinggi, dan kebebasan
manusia, menekankan pada nilai-nilai universal yang ditekankan oleh al-qur’an,
ayat yang kontradiksi dengan akan ditafsirkan dengan takwil. Aliran ini adalah
Qodqriyqh, Mu’tazilah, dan Syi’ah. b. Aliran tradisional adalah aliran yang
tidak terlalu meyakini sunnatullah sebagai suatu ketentuan, sebab Allah bisa
saja melakukan sesuatu di luar hukum alam (natural law), kedudukan akal tidak
terlalu tinggi, sebab akal manusia selalu menyimpang dan menuruti hawa
nafsunya. Pengendali manusia dalam segala perbuatannya adalah Allah, takwil
dilakukan tapi tidak terlalu jauh dari teks ayat. Aliran ini adalah Asy’ariyyah
dan Maturidiyyah.
F. PUNCAK KEMAJUAN ILMU DAN
KEBUDAYAAN ISLAM Berkembangnnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan islsm, adalah
sebagai akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-
unsur yang berasal dari luar Henry Margenan dan Dan David Berggamini, dalam The
Scientish sebagaimana diolah oleh Jujun S. Suriasumantri, telah mendaftar
sederetan cabang ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan sebagai hasil
perkembangan pemikiran dan ilmiyah dikalangan kaum muslimin pada masa jayanya,
yang kemudian secara berangsur-angsur berpindah ke dunia barat, sebagai
berikut: 1. Dalam bidang Matematika 2. Dalam bidang Fisika 3. Dalam bidang Kimia
4. Dalam bidang Astronomi 5. Dalam bidang Geologi 6. Dalam bidang Biologi 7.
Dan Dalam Bidang Sosial Dalam masyarakat pada umumnya islam telah
mempersembahkan kepada dunia, suatu tinkat budaya tinggi yang menjadi mencusur
budaya umat manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bentuk sulaman, seni
ukiran, nampak dalam bentuk keindahan ukiran kayu dan marmar yang digunakan
dalam berbagai bangunan masjid dan istana-istana, dalam bentuk permadani serta
barang- barang tenunan yang indah yang terkenal pada masa itu. Seni musik dan
seni lukis, apalagi seni sasteranya, dunia islam dihiasi dengan serba keindahan
yang mempesona dunia pada masanya. Dalam kemajuan islam telah melahirkan
pemikiran- pemikiran intelektual bagaimana islam masih dapat berkembang di
dunia modernisasi, karena makin besarnya pengaruh arus modernisasi tak mungkin
islam mengelak dari zaman modern saat ini, maka dari itu islam memberikan
pendidikan tentang Membangun Manusia Modern yang Qur’aini. Seperti yang telah
dikatakan oleh Yusuf : bahwa kehadiran islam bukan untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk seluruh umat manusia. Kalau Ahl al- Kitab sudah beriman, mereka
akan menjadi muslim, sebab mereka sudah memiliki persiapan ke arah islam.
Sayang sekali tidak demikian, tetapi itu tidak itu tidak akan merugikan orang
yang membawa panji keimanan dan kebenaran, yang akan selalu mendapat kebenaran.
Sebagaimana Al-qur’an telah memberi bimbingannya, diantaranya : 1.
Memiliki tanggung jawab pribadi dan sikap jujur 2. Menunda kesenangan sesaat
demi kesenangan adadi 3. Pemanfaatan waktu dan etos kerja 4. Keyakinan bahwa
keadilan dapat diratakan 5. Penghargaan yang tinggi pada ilmu pengetahuan
Demikianlah dunia islam dimasa
jayanya, yang dihiasi dengan berbagai unsur budaya dan ilmu pengetahuan yang
beraneka ragam dapat diibaratkan sebagai taman yang indah penuh dengan berbagai
macam tanaman dengan buah dan bunga yang beraneka warna.
Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia melalui proses
yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun masih berupa dugaan
sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana proses
masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan
pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori
Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran
aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia
(teori Arus Balik).
1. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya
(pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama
dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal
Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga
memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan
perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu
mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali.
Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya
perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan
India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2. Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang
dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
a.
C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan
ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria
India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di
Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu
kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai.
Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan
salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari
perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha
kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi
Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
b.
Mookerji mengatakan bahwa golongan
ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke
Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang
menjadi sebuah kerajaan.
c.
J.L. Moens menjelaskan bahwa proses
terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya
dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5,
ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke
Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya
mendirikan kerajaan di Indonesia.
3. Teori Brahmana
|
sumber gambar:
http://dedicatedkaurs.blogspot.com/
|
Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa
agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan
Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia.
Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada
prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di
India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan
hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang
memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai
hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran
agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana.
4.
Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang
Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch,
yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki
semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara
tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya,
banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar
agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang
mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.